Sabtu, November 22, 2008

Mengejar matahari (2)

WISATA MINAT KHUSUS
oleh-oleh dari Karimunjawa (10-12 oktober 2008)


EPISODE II - MENGEJAR MATAHARI

Menginjak tanah Karimunjawa sekitar jam 13.30, angin sumilir dan nyiur melambai bak menyambut ramah kedatangan kami … Hmm, .. segar sekali setelah hampir 4 jam terkurung di dek kapal. ….Selamat Datang di Karimunjawa…. itulah ucapan yang hangat menyambut kami pertama kali setelah Pak Arif atau Pak Lurah Karimumjawa yang dengan hangatnya menyambut kedatangan kami ”panas terik matahari bukan halangan untuk mejeng dan mejeng” (ga’ percaya ??!! .. tanyalah pada yang melambaikan tangan walaupun masih bawa barang dan ransel tetep dibela-belain mejeng).

Dengan mobil Esspas (Executive pas-pasan) yang dikendarai oleh pak Mamun kami menuju penginapan yang jaraknya tidak sampai setengah kilometer. Dan setelah berbenah di penginapan yang sejuk dengan pohon jambu air didepan rumah, kami diantar untuk makan siang di suatu warung didepan kantor Kecamatan, (mungkin hanya inilah satu-satunya warung makan yang murah dan enak, karena ternyata beberapa wisatawan secara tidak sengaja ketemu disitu untuk makan siang). Menunya adalah masakan ikan dan beberapa sayuran, enak atau ngga enak tetep aja enak karena terlihat semua makan dengan semangat (ato karena laper setelah isi perut sudah keluar waktu di kapal) … ikan, cumi, sayur, kerupuk, sambel disikat semua sampe habis (ihat tak ada sisa sedikitpun di piring-piring .. sampe tulang-tulangnya ’kali yaa..)

Sumur air tawar pinggir laut di desa Kemloko adalah acara kunjungan pertama. Dengan diantar oleh pak Mamun, sopir mobil Espass serasa Truck, kami bertujuh umpel-umpelan di dalam mobil, ..oh ya satu-satunya cowok ganteng diantara ibu-ibu yang mendekati uzur ini adalah dik Alit, putra ke dua dari mbak Sari BK (sebagai intelnya pak Oka ’kali ya.. he..he).
Jalan aspal naik, turun terlalui sudah kemudian masuk ke jalan sempit tak beraspal dan bebatuan masih juga naik dan turun, belok kiri dan kanan .. badan seperti di entrok-entrok (apa ya bahasa Indonesianya yang tepat yaa ?..) .. kalau tidak karena semangat yang tinggi untuk mengagumi keindahan alam Indonesia (..ampun deech …)..
Sampailah sudah ditempat sumur air tawar pinggir laut, berbentuk lubang sumuran tanpa pembatas, sehingga hanya diberi penutup diatasnya, rasa airnya memang tawar yang oleh penduduk dipakai untuk kebutuhan sehari-hari. Tetapi saat ini memang daerah tersebut sudah dibeli orang orang bule.

Pantai yang indah letaknya hanya sekitar 10 meter dari sumur tersebut, dengan pasir putih dan batu-batu yang berserakan menambah eksotisnya pantai tersebut. Semua mulai gatal untuk tidak mengabadikan kondisi seperti ini. (berbagai adegan diperankan .. bak dunia milik kita aja …).

Perjalanan dilanjut .. sebelum sampai di jalan beraspal .. naluri geolognya mbak Sari BK muncul, dengan sangat bergairah karena memang inilah yang dia cari selama ini .. ” batu-batuan” .. (padahal udah dapat pak Oka lho, ”batu” masih menggairahkan .. malah mungkin lebih menggairahkan daripada pak Oka, he..he.. kita aja yang belum dapat pak Oka pak Oka yang lain ga segairah mbak Sari .. he..he .. sorry mbak) . Meloncatlah mbak Sari, bak ”fotographer profesional” memotret sisi sana sisi sini dari batuan, sebagai pembanding batuan yang tidak kalah eloknya adalah Mbak Kiki dan mbak Ana ( yen aku yoo emoh .. dibandingke koq karo watu .. he..he..) padahal sudah bergaya bak peragawati dari Arab dan Jepang.








Berbagai phose pun digelar, dari phose yang biasa-biasa, phose ”nongkrong” (begini ya dik Alit kalo ”nongkrong” ..he..he) sampai phose ”uler keketnya” mbak Kiki.

Sambil menunggu sang matahari, lapangan terbang Dewa Darupun dikunjungi. Nama Dewa Daru berasal dari pohon yang khas tumbuh didaerah Karimunjawa, yang konon kabarnya kayu pohon Dewa darulah yang dipakai sebagai tongkat oleh Syech Amir hasan dalam melaksanakan dakwah agama Islam di pulau Karimunjawa.


Ada 2 buah pohon Dewa Daru berdiri kokoh di depan Lapangan terbang pulau Karimunjawa, dimana dibawah pohon Dewa Darupun aksi digelar.

Penduduk karimumjawa kebanyakan berasal dari Bugis dan Jawa, oleh karena itu dalam perjalanan kami melewati pemukiman Bugis, sebagai hasanah budaya oleh pemerintah Kabupaten Jepara dibangunlan Rumah Bugis dan Rumah Jawa yang berdampingan. Dalam perjalanan tersebut melewati sebuah selat yang menyerupai sungai yang menghubungkan antara pulau Karimunjawa dengan pulau Kemujan dengan sebuah jembatan, dimana pemandangan allam disini ditemukan hutan Bakau yang sangat indah.

Menjelang sore hari, sampailah waktu untuk mengejar pemandangan matahari tenggelam atau istilahnya kerennya ”sunset”. Pak Mamun, sopir andalan kamipun bergegas agar tidak tertinggal oleh matahari yang akan meninggalkan dunia sore itu. Rencana memang mau melihat ”sunset” diatas bukit, tetapi rasanya waktu tidak terkejar sehingga dengan segera pak Mamun membelokkan kendaraannya menuju lokasi pantai terdekat.

Sinar matahari senja yang sangat indah terkejar di suatu pantai yang bersih penuh dengan bebatuan serta ikan-ikan kecilnya. Warna merah merona mewarnai matahari yang mulai nampak akan tenggelam diujung laut nan jauh. .. Oh, indahnya alamku, kuasanya sang Pencipta.

Senja merah di laut Karimunjawa ..
Terimakasih matahariku …
Engkau telah menyinari kehidupanku setiap saat setiap waktu …
Selamat istirahat matahariku …
Sampai berjumpa esok hari …
Aku akan selalu menyambutmu dengan senyuman manisku …
Dan akan selalu merindukanmu …
Karena apalah artiku tanpamu …


Malam mulai menjelang dan bagaikan dahaga sudah agak terpuaskan dengan tertangkapnya ”sunset” di Karimunjawa ini ditambah dengan suguhan kelapa hijau sangat segar rasanya (walaupun harus bayar lagi yaa..), kami kembali ke penginapan.
Setelah mandi, sholat, dan makan sepertinya sangat sayang waktu dibiarkan hilang begitu saja ..(kalo bisa ga perlu tidur karena tidur bisa dirumah .. kata Savir) … so ….. Espass sudah menunggu, mengantarkan ke toko Souvenir yang tidak begitu jauh dari penginapan. Ada beberapa toko disana yang menggelar dagangan hasil karya penduduk setempat, selain ikan kering juga hiasan-hiasan dari hasil laut serta kerajinan dari kayu Dewa Daru, kayu Kalimosodo dan kayu Setigi yang ketiganya merupakan pohon khas Karimunjawa. Ikan kering, gelang, gantungan kunci, kayu pijatan dan ”teken” terbeli semua.
Malampun semakin larut … itupun tak menyurutkan hasrat hati untuk menikmati udara malam pelabuhan walaupun banyak kapal sudah menyandar, pak Mamun pun telah pergi … bocah-bocah mancing, bongkar pasang kapal dan pembiakan ………….. tak luput dari perhatian selain yang ”jeprat-jepret” pasti aduhai ….. Pulang ke penginapan dengan jalan kaki, tetapi mbak Kiki dan mbak Anna masih ingin bersama malam … ga tau kemana mereka … Mbak Sari, Tuti, dik Alit langsung masuk kamar (dan terkapar ’kali ya ..) , … Waduh, ternyata kunci kamar yang satunya terbawa mbak Kiki … tunggu punya tunggu, lama-lama tak tahan juga si mata ini, Savir sudah merebahkan diri, sangat mesra dengan jejeran kursi hijau … tak telpon mbak Kiki, ”yo mbak ga usah ditunggu yen arep sare yo sare wae” dengan manis sekali jawabannya … (wealah wong kuncinya diasto panjenengan koq ga kerasa tho !!!) … he..he..

2 komentar:

  1. ampuh tnaaann, nembe ngerti yen ada blog gini... lanjuut info laennya

    BalasHapus